Bisnis, Jakarta - Serikat Pekerja PT Jakarta International Container Terminal (JICT) meminta Kementerian Perhubungan dan instansi terkait untuk melakukan investigasi terhadap langkah Direksi JICT dan Pelindo II yang dianggap mengakali dan menjadikan Terminal 2 JICT menjadi area parkir truk. 

Menurut mereka, saat ini truk yang diparkir itu telah mengular sampai keluar terminal. Direksi juga dianggap telah menyewakan dermaga JICT ke Koja dari awalnya 300 meter menjadi 500 meter.
 
“Kami meminta Kementrian Perhubungan dan instansi terkait untuk melakukan investigasi terhadap langkah Direksi JICT. Karena jika kerugian yang ditanggung akibat mogok kerja jauh lebih besar dibanding tuntutan pekerja JICT, Direksi layak dipecat,” tutur Sekretaris Jendral Serikat Pekerja JICT Firmansyah dalam pesan tertulisnya, Sabtu, 5 Agustus 2017.

Baca: Karyawan JICT Mogok Kerja, Apa Dampaknya di Pelabuhan Priok?

Aksi mogok kerja Serikat Pekerja JICT telah memasuki hari ke-3. Namun direksi perusahaan tetap bertahan dengan kondisi pelabuhan Tanjung Priok yang mulai stagnan akibat limpahan peti kemas.
 
Menurut mereka, upaya Direksi JICT dan Pelindo II menjadikan terminal 2 JICT menjadi area parkir truk patut dipertanyakan. Karena Terminal 2 JICT harusnya diperuntukkan bagi kegiatan bongkar muat kapal, bukan parkir truk. Serikat Pekerja menduga langkah ini dilakukan untuk mengakali kemacetan yang mengular sampai ke luar pelabuhan MAL dan ICTSI di Terminal 3.

Simak: Karyawan JICT Mogok, Aktivitas Kapal Dialihkan

“Penumpukan di kedua terminal (Terminal 2 dan Terminal 3) tersebut tidak mampu menampung limpahan petikemas akibat mogok JICT,” tuturnya. 

Selain itu Direksi JICT juga berupaya menambah luas dermaga JICT yang disewakan ke TPK Koja dari 300 meter menjadi 500 meter karena diperkirakan Koja sendiri tidak mampu menampung petikemas limpahan dari JICT.
 
Mereka menuduh hal tersebut merupakan strategi "masuk kantong kiri keluar kantong kanan" yang dijalankan direksi JICT karena kedua terminal tersebut dimiliki Hutchison. Mereka menduga upaya yang dijalankan direksi berjalan secara sistematis, terstruktur dan masif.
 
“Mulai dari mendorong mogok kerja berlarut-larut, mengorbankan pelanggan, rela menanggung kerugian perusahaan akibat mogok sampai menjalankan kampanye hitam soal gaji pekerja. Bahkan citra Indonesia di mata internasional akibat mogok pelabuhan diabaikan oleh Direksi JICT,” kata Firman.
 
DESTRIANITA