Cantik, Jakarta - Semakin banyak orang tua yang menolak vaksin untuk anak-anak mereka, kini tidak hanya sekolah yang mengubah kebijakan terkait hal tersebut. Banyak dokter anak yang menolak keluarga yang tidak memvaksin anaknya untuk alasan nonmedis.
Terlepas dari banyaknya bukti ilmiah yang mendukung keselamatan dan kebutuhan vaksin, beberapa keluarga terus mengungkapkan keraguan atau ketidakpercayaan terhadap pentingnya vaksin. Banyak dokter khawatir bahwa penolakan mereka dapat membuat pasien lain berisiko.
"Saya memiliki dua pasien yang tidak dapat divaksinasi karena alasan medis," kata Alla Gordina, MD, FAAP, seorang dokter anak New Jersey. Tapi dia melindungi pasiennya yang tidak dapat divaksinasi karena usianya. (Baca: Vaksin Penyebab Autisme? Itu Rumor )
Sementara lebih banyak dokter anak mengadopsi peraturan serupa (hampir satu dari delapan, menurut survei 2013), berita tersebut tetap mengejutkan beberapa orang tua yang menunda atau melewatkan imunisasi.
"Putra sulung saya berusia 13 dan baru-baru ini, saya membawa mereka ke dokter anak yang sama dan mereka memberi tahu saya di akhir kunjungan bahwa mereka tidak lagi melihat anak-anak saya karena saya tidak memvaksinasi mereka," ujar Lauren McGuinnes yang merasa diintimidasi untuk melakukan vaksinasi.
Selain kekhawatiran terhadap pasien yang rentan, beberapa dokter menerapkan kebijakan tersebut karena pilihan antara penolakan dan vaksinasi dapat menekan beberapa orang tua untuk mengubah pikiran mereka, menurut American Academy of Pediatrics (AAP). AAP secara resmi menyetujui pasien yang tidak divaksin tahun lalu, tanpa mengabaikan etika.
Dilansir dari GoodHousekeeping, dari laporan AAP tahun 2016 bahwa keputusan untuk menolak sebuah keluarga yang terus menolak imunisasi bukanlah tindakan yang harus dilakukan secara mudah, dan juga tidak harus dilakukan tanpa mempertimbangkan dan menghormati alasan sudut pandang orang tua. Namun demikian, masing-masing dokter anak dapat mempertimbangkan pemberhentian keluarga yang menolak vaksinasi sebagai pilihan yang dapat diterima. (baca:Mengenal 5 Gejala Autisme Sesuai Kelompok Umur)
Sementara beberapa ahli bioetika menolak bahwa tidak ada keluarga yang harus ditolak, baik profesional medis maupun pejabat publik saat ini sedang berjuang dengan cara mengatasi tingkat imunisasi yang sangat rendah.
Misalnya, setelah wabah campak 2015 di Disneyland, negara bagian California baru-baru ini mengeluarkan undang-undang vaksinasi yang lebih ketat untuk mencegah penyebaran penyakit yang sangat menular. Sekarang orang tua tidak dapat menggunakan alasan agama atau pribadi menolak vaksinasi untuk anak-anak mereka.
Kebanyakan ahli menyatakan bahwa setidaknya 95 persen populasi harus menerima vaksinasi untuk mendapatkan kekebalan. Kebijakan itu telah memberantas penyakit dengan sangat efektif, karena beberapa orang tua secara salah percaya bahwa anak-anak tidak memerlukan suntikan lagi, atau bahwa anak-anak dapat menerima imunisasi di usia lanjut. Meskipun pada akhirnya orang tua memutuskan apa yang mereka rasa cocok untuk anak mereka, sains dengan jelas menyatakan: vaksin menyelamatkan nyawa. (baca: Kisah Vaksin yang Konon Penyebab Autisme)
NIA PRATIWI
0 Response to "Penelitian: Vaksin Menyelamatkan Nyawa, Masih Ragu?"
Post a Comment