Bisnis, Jakarta - Sebanyak 30 hingga 40 persen rumah bersubsidi yang disalurkan pemerintah dalam pemenuhan program sejuta rumah tidak dihuni. Hal itu didapati ketika Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan tinjauan ke lapangan. Saat ini pemerintah telah menyalurkan sebanyak 504.079 unit kepada masyarakat.

“Dari wawancara kepada pemiliknya, didapati alasannya adalah rumahnya belum layak dihuni. Terutama terkait penyaluran air bersih dan listrik,” ujar Lana Winayanti Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Senin, 21 Agustus 2017.

Simak: BTN Luncurkan 2.126 Rumah Murah, Cicilan Rp 750 Ribu per Bulan

Lana berujar kini semua pihak perlu berintrospeksi mengenai capaian di bidang perumahan, mengenai kondisi masyarakat apakah telah memperoleh hunian yang layak atau belum. “Walaupun Presiden sudah berkunjung ke lapangan dan menyatakan puas ke beberapa lokasi, tapi seperti yang disampaikan Menteri PUPR berulang kali, masih adanya keluhan masyarakat mengenai rumah bersubsidi,” kata dia.

Kualitas bangunan yang rendah, kata Lana, bisa terjadi karena beberapa factor diantaranya adalah rendahnya kualitas pekerja, material bangunan, atau malah pengawasan terhadap pekerjaan bangunan itu. Hal yang mestinya menjadi perhatian, kata dia, bukan hanya soal kualitas bangunan, melainkan juga kualitas lingkungan yang meliputi jalan lingkungan, penyaluran air bersih, penyaluran listrik, dan sanitasi.

Memang, kata dia, pembangunan rumah bersubsidi ini mesti menghadapi sejumlah batasan misalnya mengejar plafon tertentu. Tak hanya itu, tantangan yang dihadapinya juga adalah keterbatasan material yang ada di daerahnya. Sehingga akhirnya semua itu bakal berdampak pada kualitas bangunan. “Inilah yang akhirnya menjadi fokus kita sekarang. Tidak hanya mengejar kuantitas tapi juga kualitas bangunan,” Lana berujar.

Dari sisi konsumen, Lana berujar sebenarnya mereka memiliki hak untuk menolak dan tidak tandatangan ketika melakukan akad kredit apabila memang kualitas rumah belum laik huni dari segi bangunan, lingkungan, maupun Prasarana dan Sarana Umum (PSU). “Tapi di samping itu, memang mereka juga tidak tahu kriteria rumah laik huni itu seperti apa. Nanti kami akan sosialisasikan ke masyarakat untuk digunakan sebagai referensi,” dia menambahkan.

Untuk memperbaiki permasalahan itu, pemerintah bakal membentuk tim untuk melakukan evaluasi terhadap kualitas rumah bersubsidi itu. Selain itu, standar atau patokan minimum rumah bersubsidi yang perlu dibangun pengembang juga bakal dibuat. Dengan begitu, pemerintah ke depannya juga akan menerapkan sanksi terhadap pengembak yang kurang serius dala menggarap rumah bersubsidi.

“Juga akan ada kebijakan terkait material, teknologi konstruksi dan penyediaan tanah untuk  rumah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah). Itu untuk menjaga harga tanah agar tidak naik,” ujar Lana.

CAESAR AKBAR | ALI HIDAYAT